Sejarah Perkembangan Islam di Dunia
Islam dimulai dengan ajaran Muhammad  saw., di tempat kelahirannya Mekkah; sifat-sifat yang menjadi ciri agama  baru ini dikembangkan setelah beliau pindah ke Madinah dalam tahun 622  M. Sebelumnya beliau wafat sepuluh tahun kemudian, telah jelaslah sudah  bahwa Islam bukannya semata-mata merupakan suatu badan kepercayaan agama  pribadi, akan tetapi Islam meliputi pembinaan suatu masyarakat merdeka,  dengan sistem sendiri tentang pemerintahan, hukum, dan Lembaga Generasi  Muslimin pertama, telah menginsafi bahwa Hijrah adalah satu titik  perubahan penting dalam sejarah. Merekalah yang menetapkan tahun 622 M  sebagai permulaan takwin Islam baru.
Dengan pemerintah yang kuat, cerdas, dan  satu kepercayaan yang menggelorakan semangat penganut-penganut dan  tentara-tentara dalam waktu yang tidak lama, masyarakat baru ini  menguasai seluruh Arabia Barat dan mencari dunia baru untuk ditundukkan.
Setelah sedikit kemunduran pada wafat  Muhammad saw., gelombang penaklukan bergerak dengan cepat di Arabia  bagian Utara dan Timur, berani menyerang kubu-kubu pertahanan di  perbatasan kerajaan Romawi Timur di Syirq al-Ardun dan kerajaan Persia  di Irak. Selatan. Angkatan-angkatan perang kedua kerajaan raksasa ini  –karena perang tidak henti-hentinya– telah kehabisan kekuatan,  dikalahkan satu-persatu dalam suatu rangkaian operasi cepat dan  cemerlang. Dalam waktu enam tahun sesudah Muhammad saw. wafat, seluruh  Siria dan Irak diharuskan membayar upeti kepada Madinah, dan empat tahun  kemudian Mesir digabungkan pada kerajaan Islam baru.
Kemenangan-kemenangan yang mengagumkan  tadi, mendahului kemenangan yang lebih besar lagi akan membawa orang  Arab dalam waktu kurang dari satu abad ke Maroko, Spanyol, Perancis,  pintu-pintu kota Konstantinopel, jauh ke Asia Tengah sampai ke Sungai  Indus, membuktikan sifat Islam sebagai suatu kepercayaan kuat, insaf  akan harga diri, dan jaya. Sifat ini mengakibatkan pendirian yang tidak  kenal menyerah dan memusuhi segala yang ada diluarnya, tetapi  menunjukkan toleransi, kesabaran hati yang luas dalam pelbagai  masyarakat, keseganan menuntut orang dari golongan lain, dan kebesaran  hati mereka dalam waktu kegelapan.
Pada tahun 660 M. ibu kota Kerajaan Arab  dipindahkan ke Damsyik, tempat kedudukan baru Khalifah Bani Umayah.  Sedangkan Madinah tetap merupakan pusat pelajaran agama Islam;  pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi oleh adat-istiadat  Yunani Rumawi Timur. Tingkat pertama saling pengaruh-mempengaruhi dengan  peradaban yang lebih tua ini tidak hanya dilambangkan dengan dua buah  monumen, yang indah sekali dari zaman Bani Umayahh ialah Mesjid Raya di  Damsyik dan Mesjid Al-Aqsa di Darusalam, akan tetapi kemunculan  tiba-tiba cara aliran-aliran baru dan pendapat yang berlawanan dengan  paham resmi di “propinsi-propinsi baru.” Akibat paling akhir dari  pertumbuhan demikian ialah perpecahan antara lembaga-lembaga agama dan  duniawi dalam masyarakat Islam. Pembelahan ini merusakkan azas duniawi  Bani Umayah, dan ditambah dengan rasa ketidakpuasan para warga negara  bukan Arab, dan pecah perang saudara diantara suku, Arab, menyebabkan  jatuhnya tahun 750 M.
Dalam pada itu, perselisihan tadi  menjelaskan bahwa dalam abad yang lampau sejak wafat Muhammad saw.  kebudayaan agama Islam telah mengalami perkembangan dan konsolidasi yang  luar biasa, baik, di dalam maupun di luar Arabia. Seorang guru agama di  satu pihak menunjukkan perkembangan kebatinan pada tingkat tertinggi.  Ia menyatakan inti sari yang penting dan menghidupkan itu dengan  kepribadiannya dan keyakinannya sehingga tampak pada penganutnya sebagai  wahyu kebenaran baru..
Itulah sumbangan asasi yang menentukan  dari orang Arab terhadap kebudayaan Islam baru. Terhadap peradaban  materiil sokongan mereka sedikit. Kemajuan materiil baru mulai; dengan  cemerlang setelah Bani Abbas menggantikan Bani Umayah sebagai khalifah,  dan mendirikan ibu kotanya yang baru di Baghdad dalam tahun 762 M. Masa  pertama dari penaklukan wilayah luar Arabia telah lampau, disusul oleh  masa perluasan ke dalam. Abad kesembilan dan kesepuluh Masehi  menyaksikan puncak kemajuan peradaban Islam yang luas dan usaha-usaha  yang berhasil. Kerajinan, perdagangan, kesenian bangunan, dan beberapa  kesenian yang kurang penting, berkembang dengan subur waktu Persia,  Mesopotamia, Siria, dan Mesir, memberikan sokongan mereka dalam usaha  serentak.
Kegiatan-kegiatan baru ini menumbuhkan  kehidupan intelektual. Sedang ilmu pengetahuan agama berkembang pada  beberapa pusat baru terbesar dari Samarqand sampai ke Afrika Utara dan  Spanyol, kesusasteraan dan pikiran dengan menggunakan sumber-sumber  Yunani, Persia, dan juga India, melebar ke jurusan baru, seringkali  bebas dari tradisi Islam dan banyak sedikitnya memberontak terhadap  kepicikan dan kesempatan sistem kuno. Dengan dorongan perluasan kaki  langit alamiah, kecerdasan pikiran, keduniawian, dan kerohanian, saling  pengaruh mempengaruhi dengan hebatnya.
Sukarlah untuk menyatakan dengan singkat  usaha-usaha bidang intelektual yang bermacam-macam dalam zaman tersebut.  “Ilmu pengetahuan Islam” yang lain seperti sejarah dan ilmu bahasa,  melebar hingga meliputi sejarah duniawi dan kesusasteraan. Ilmu  kedokteran dan ilmu pasti Yunani disediakan dalam perpustakaan buku-buku  terjemahan dan dikembangkan oleh sarjana Persia dan Arab, khusus ilmu  Aljabar, ilmu ukur segitiga, dan ilmu optik (penglihatan). Ilmu bumi  –barangkali yang boleh diumpamakan barometer kebudayaan yang paling  cermat– berkembang pada seluruh cabangnya, di bidang politik, organik,  matematik, astronomik, ilmu alam, dan pesiar, meluas demikian jauh  hingga meliputi negara-negara dan peradaban bangsa yang jauh letak  kediamannya.
Ilmu pengetahuan baru tersebut, boleh  dikatakan hanya mengenai jumbai-jumbai, pinggiran kebudayaan agama,  pemasukan ilmu mantik, dan filsafat Yunani, mau tidak mau menumbuhkan  perselisihan paham yang tajam dan pahit. Pertikaian ini memuncak dalam  abad ketiga. Para pemimpin Islam melihat dasar-dasar kerohanian  dibahayakan oleh keingkaran halus dan cerdik paham rasionalisme murni.  Walaupun mereka akhirnya mengalahkan pelajaran yang berpengaruh Yunani,  ilmu filsafat selalu tetap harus dicurigai dalam pandangan para alim  ulama, biarpun ilmu tadi hanya dipelajari sebagai alat perbantahan dan  pembahasan. Lebih berbahaya ialah akibat kemenangan yaitu pertumbuhan  dalam kalangan ahli agama, semacam perasaan iri hati terhadap usaha para  intelektual yang bercorak murni keduniawian ataupun yang memberanikan  diri ke luar dari bidang pengawasan mereka.
Selain keutamaan segi intelektual dan  fungsi dalam pelajaran, syariat ialah alat yang paling luas pengaruhnya  dan paling tepat membentuk ketertiban sosial dan kehidupan masyarakat  bagi bangsa-bangsa Islam. Oleh karena lengkapnya, maka syariat memberi  tekanan yang tidak hentinya pada segala kegiatan pribadi dan sosial, dan  mewujudkan suatu ukuran-baku yang harus dianut lebih lama, meskipun ada  rintangan kebiasaan kuno dan adat-istiadat yang telah berlaku lama.  Khusus suku nomad dan suku yang diam di pegunungan, berlawanan. Tambahan  pula, syariat memberikan pernyataan praktis dalam memperjuangkan  persatuan yang menjadi ciri Islam. Hukum tadi dalam segala pokok yang  penting adalah seragam, walaupun pelbagai mazhab berbeda dalam beberapa  pasal kecil. Pertumbuhan ini disebabkan karena cita-cita sosial dan cara  hidup di seluruh dunia Islam dalam abad pertengahan menuju arah yang  sama. Syariat lebih dalam mempengaruhi kehidupan hukum Rumawi; karena  memiliki landasan agama dan ancaman hukuman Tuhan, maka syariat adalah  pengatur rohani merupakan suara hati umat Islam dalam semua segi dan  kegiatan kehidupannya.
Tugas hukum syariat ini bertambah besar  artinya waktu kehidupan politik dunia Islam lebih lama menyimpang dari  keinginan Muhammad saw. dan pengganti-pengganti beliau yaitu  pemerintahan berdasarkan ketuhanan. Keruntuhan khalifah Bani Abbas dalam  abad kesembilan dan kesepuluh Masehi membuka pintu tidak hanya bagi  kehancuran politik, tetapi juga bagi perebutan kekuasaan kerajaan oleh  pangeran-pangeran setempat dan gubernur militer, terbit dan tenggelamnya  kerajaan-kerajaan yang berumur pendek, dan berkobarlah perang saudara.  Bagaimanapun hebatnya kekuatan politik dan militer kerajaan Islam itu  telah dilemahkan, gengsi moral hukum syariat lebih dijunjung dan dapat  mengutuhkan serta mengukuhkan bentuk sosial Islam sepanjang pasang surut  nasib politik Islam.
Pada akhir, abad kesepuluh Masehi, daerah  Islam sedikit lebih luas dibandingkan pada tahun 750. Semenjak  diciptakan suatu peradaban besar, memuncak kehidupan intelektual, kaya  dan cerdas dalam bidang ekonomi, dipersatukan dengan kukuh oleh syariat  yang dihormati; seluruhnya merupakan penjelmaan kekuasaan Islam rohani  dan duniawi. Waktu kekuatan militernya berkurang, maka sebagaimana juga.  terjadi dengan kerajaan Rumawi enam abad sebelumnya, kerajaan Islam  berangsur-angsur dikuasai oleh bangsa-bangsa biadab dari luar  perbatasannya; dan juga seperti kerajaan Rumawi, mengenakan pada bangsa  biadab tadi agamanya, hukumnya, dan penghormatan terhadap peradabannya.
Bangsa-bangsa biadab itu ialah Turki yang  berasal dari Asia Tengah. Tekanan ke arah Barat membawa orang Bulgar,  Magiar, Kumari, Pecineg ke Rusia Selatan dan Eropa Timur, mendatangkan  suku-suku lain ke Iran dan lebih ke Barat, ke Irak, dan Anatolia.  Pekerjaan pengislaman telah dilakukan, waktu mereka masih diam di tempat  asalnya di Asia Tengah; oleh karena itu, kerajaan Sultan Turki yang  didirikan di Asia Barat mula-mula hanya membawakan sedikit perubahan  yang tampak ke luar dalam kehidupan rumah tangga umat Islam. Akibat  pertama adalah perluasan militer; ke arah Tenggara menuju India Utara,  ke arah Barat Laut menuju Asia Kecil. Pada waktu yang sama, jauh di  sebelah Barat, suku Berber nomad telah membawa Islam, ke tepi dunia  Afrika Negro di daerah lembah Senegal dan Niger sedang buku-buku Arab  nomad yang tidak diawasi lagi oleh kekuasaan khalifah yang terdahulu  telah merusakkan dan melengahkan pusat peradaban yang telah didirikan  oleh bangsanya sendiri sebelum di atas puing runtuhan Afrika Romawi dan  Bizantium.
.Mulai abad kesebelas Masehi, ilmu Sufi  mengerahkan kebaktian sebagian besar kegiatan kerohanian umat Islam, dan  mendirikan suatu sumber pembaharuan kepribadian yang sanggup  mempertahankan tenaga kebatinan selama abad-abad sesudahnya penuh dengan  kemerosotan politik dan perekonomian.
Para ahli Sufi, baik sebagai penyiar  perseorangan maupun (di kemudian hari) sebagai anggota dalam gabungan  tarekat merupakan pemimpin dalam tugas mengislamkan orang penyembah  berhala, yang tidak beragama, dan suku yang hanya tipis sekali  pengislamannya. Penyebaran agama berhasil ialah terbanyak oleh kawan  sebangsa sendiri dari suku-suku tersebut yang biasanya kikuk, buta  huruf, dan kasar. Merekalah yang meletakkan dasar-dasar yang  memungkinkan generasi kemudian menerima keadaban hukum syariat dan  tauhid yang lebih halus. Berkat pekerjaan mereka, maka dalam abad-abad  berikutnya, batas-batas daerah Islam dapat diperluas di Afrika, India,  dan Indonesia, melintangi Asia Tengah ke Turkestan dan Tiongkok, dan di  beberapa bagian Eropa Tenggara
.
Perkembangan yang digambarkan di muka  tadi dipercepat oleh malapetaka yang berturut-turut terjadi di Asia  Barat dalam abad ketiga belas dan keempat belas. Penyerbuan pertama kaum  Mongol penyembah berhala, membumihanguskan propinsi-propinsi bagian  Timur Laut antara 1220 dan 1225 M. Gelombang kedua yang menduduki Persia  dan Irak menamatkan khalifah Baghdad yang bersejarah dalam 1258 M, dan  memaksakan seluruh dunia Islam Timur, terkecuali Mesir, Arabia, dan  Siria, membayar upeti kepada kerajaan Mongol yang besar. Sisa-sisanya  diselamatkan oleh golongan militer terdiri dari “budak belian” Turki dan  Kipcak, kaum Mamluk, yang telah merebut kekuasaan politik di Mesir.
Di bawah pemerintahan Mamluk, peradaban  Islam yang lama langsung berkembang lebih kurang dua setengah abad dalam  bidang kesenian benda (istimewa dalam lapangan seni bangunan dan  seni-kerajinan logam), tetapi disertai kemunduran daya kerohanian dan  intelek.
Pada waktu yang sama, di daerah-daerah  kekuasaan Mongol hidup kembali suatu peradaban Islam Persia yang  cemerlang pada beberapa segi. Terutama dalam seni bina dan kesenian  halus, termasuk seni lukis dalam bentuk yang sangat kecil (miniatur);  kebudayaan tersebut berakar dalam kerohanian Sufi. Meskipun kedatangan  dua kali “Maut Hitam” dan mengalami serbuan Timur Lenk dalam abad  keempat belas yang menghancurleburkan Persia, namun kebudayaan Persia  mampu memberikan ragam kepada kehidupan intelektual dari  kerajaan-kerajaan Islam baru, –yang dilahirkan pada kedua sisinya– di  Anatolia, Balkan, dan India.
Perluasan kerajaan Dinasti Osman di Asia  dan Afrika Utara serta pembentukan kerajaan Mughal di India dalam abad  keenam belas membawa sebagian besar dunia Islam kebawah pengawasan  pemerintahan negara keduniawian yang kuat, memusatkan kekuasaannya yang  besar. Ciri khas kedua kerajaan tadi ialah menitikberatkan pada  pandangan ahli sunah waljamaah dan hukum syariat. Urusan agama dan  urusan ketatanegaraan tidak dipersatukan karena kebijaksanaan militer  dan sipil disusun menurut garis tidak Islam yang bebas, tetapi dapat  saling menyokong akibat suatu persetujuan yang berlangsung hingga abad  kesembilan belas.
Diantara dua saluran kehidupan agama  Islam tersebut, saluran Sufilah yang lebih lebar dan dalam. Abad ketujuh  belas dan permulaan abad kedelapan belas menyaksikan puncak tertinggi  tarekat Sufi. Tarekat-tarekat besar menyebarkan suatu jalinan  perhimpunan-perhimpunan dari mula hingga akhir dunia Islam, sedang  perkumpulan-perkumpulan setempat dan cabang-cabangnya menggabungkan  anggota pelbagai golongan dan kejuruan jadi umat yang bersatu padu.  Selain itu, kebudayaan Islam dalam dua kerajaan tersebut yang hanya  hidup atas warisan zaman silam, dapat memelihara, akan tetapi jarang  dapat menambah kekayaan warisan intelektual tersebut. Tokoh-tokohnya  berpendapat bahwa kewajibannya pertama ialah bukan hanya memperluas,  akan tetapi memelihara, menyatukan, dan menyesuaikan kehidupan sosial  atas sendi-sendi nilai Islam. Dalam batas-batas tersebut kadar persatuan  yang telah mereka capai, dan ketertiban sosial yang dapat dilangsungkan  memang menarik perhatian.
Persatuan itu merupakan suatu kekecualian  yang menyolok mata. Dalam permulaan abad keenam belas, suatu kerajaan  baru yang disokong oleh suku Turki dan Adzerbaijan menaklukan Persia dan  menghidupkan kembali Syiah yang telah mengalami kemunduran, dan  meresmikan Syiah sebagai agama resmi Persia. Selama peperangan dengan  Dinasti Osman, orang Turki dari Asia Tengah, dan orang Mughal, yang  semuanya ahli sunah waljamaah, Syiah dijadikan ciri perasaan nasional  Persia. Akibat perpecahan antara Persia dan tetangganya penting buat  semuanya. Umat Islam selanjutnya dipecah menjadi dua golongan yang  terpisah, dan hubungan kebudayaan antara dua golongan tadi, sejak itu  meskipun tidak diputuskan seluruhnya hanya dapat dilakukan serba sedikit  saja. Persia terpaksa terpencil dalam urusan politik dan agamanya  mencukupi kebutuhannya sendiri, yang akhirnya memiskinkan kehidupan  rohani dan budaya mereka. Lebih-lebih pula waktu kekuatan politiknya  mundur, orang suku Afghan dalam abad kedelapan belas melepaskan hubungan  dan mendirikan suatu negara sunah merdeka.
Di Afrika Barat Daya adanya perasaan  kesukuan diantara kedua pihak, orang Arab dan Berber, menukarkan  kegiatan kebudayaan. Aliran ortodoks dan tarekat Sufi, keduanya  dipengaruhi pemujaan orang-orang suci, wali yang masih hidup setempat  (“marabout”). Di Tunisia dan di beberapa kota lain, sebagian warisan  kebudayaan Spanyol Arab tetap dilanjutkan, bahkan waktu Tunisia dan  Aljazair merupakan wilayah bajak laut, setengah jajahan kerajaan Dinasti  Osman. Di Maroko di bawah sultan-sultan (yang dapat menyelamatkan  kedaulatannya hingga 1912), bahkan di Sahara Barat di bawah kepala  suku-suku yang lebih kecil, pelajaran ahli sunah yang lazim dilanjutkan,  dan diperkuat oleh pengaruh yang datang dari daerah Timur.
Di kepulauan Melayu sendiri, Islam telah  beroleh tumpuan di Sumatera dan Jawa, oleh pedagang-pedagang dalam abad  ketiga belas dan keempat belas. Agama Islam lambat laun membiak,  sebagian hasil tindakan panglima militer, tetapi lebih cepat dengan  jalan perembesan damai, khusus di Jawa. Dari Sumatera, Islam dibawa oleh  para perantau ke Semenanjung Malaya; juga dari Pulau Jawa ke Maluku.  Sejak itu agama tersebut mendapat kedudukan yang lebih kuat di seluruh  kepulauan di bagian Timur hingga ke Pulau Sulu, Mindanao, dan Filipina.
Penyebaran Islam di Tiongkok hingga kini  masih terselubung dalam kegelapan. Kelompok muslimin dalam jumlah agak  besar, yang pertama menetap di sana –barangkali dalam zaman kerajaan  Mongol– dalam abad ketiga belas dan keempat belas. Jumlahnya bertambah  besar di bawah pemerintah Mancu, biarpun ada perasaan permusuhan  setempat karena pemberontakan (kadang-kadang hebat) yang dilakukan oleh  kaum muslimin. Tetapi, hingga kini tidak mungkin menaksirkan jumlahnya.
Hasil bersih dari perluasan selama tiga  belas abad ialah Islam sekarang merupakan agama yang terutama dalam  lingkungan daerah luas yang meliputi Afrika Utara, Asia Barat, hingga  bukit Pamir, kemudian ke Timur meliputi Asia Tengah hingga
Tiongkok, dan ke Selatan ke Pakistan. Di  India hanya tinggal sepersepuluh penduduk yang beragama Islam. Di  Semenanjung Malaya, Islam unggul lagi melewati Indonesia hingga berakhir  di Filipina. Di pantai Barat Lautan India, Islam memanjang ke selatan  sebagai lajur yang sempit dari pantai Afrika hingga Zanzibar dan  Tanganyika dengan beberapa kelompok hingga masuk ke Uni Afrika Selatan.  Di Eropa, kelompok-kelompok muslimin terdapat di sebagian besar negara  Balkan dan Rusia Selatan. Di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Islam  diwakili oleh kelompok imigran dari Timur Tengah.
Semua agama besar di dunia, maka Islam  –sebelumnya perluasan kegiatan misi Kristen dalam abad kesembilan belas–  meliputi jumlah bangsa yang terbanyak. Asal mulanya di tengah-tengah  orang Arab dan bangsa Semit lain, kemudian Islam berkembang diantara  orang Iran, Kaukasus, orang kulit putih Laut Tengah, Slavia, Turki,  Tartar, Tionghoa, India, Indonesia, Bantu, dan Negro dari Afrika Barat.  Jumlah terbesar sekarang ialah muslimin dari Pakistan dan India sebanyak  100.000.000.
Disusul oleh orang Melayu dan Indonesia  sebanyak 70.000.000. Orang Arab dan bangsa-bangsa yang berbahasa Arab  menyusul dekat dengan 20.000.000. Muslimin di Asia Barat, 24.000.000,  Afghanistan kira-kira 12.000.000, dan Turki (walaupun Islam bukan agama  resmi, masih tetap merupakan agama rakyat) 20.000.000. Jumlah masyarakat  Islam di daerah Asia, Uni Sovyet, di Turkestan Tiongkok, dan di  Tiongkok sendiri sukar ditaksir, tetapi jumlahnya sekurang-kurangnya  30.000.000. Jumlah muslimin di Afrika Negro dan Afrika Timur hanya dapat  ditaksir dengan kasar 24.000.000. Akhirnya, kaum muslimin di Balkan dan  di Rusia Selatan berjumlah kurang lebih 3.000.000. Oleh karena itu,  Islam dapat menuntut memiliki penganut 350.000.000, atau kira-kira  sepertujuh dari taksiran seluruh jumlah penduduk dunia
Islam di Amerika Serikat Tiap Hari Bertambah Satu Mualaf
”Alhamdulillah kondisi umat Islam di  Amerika Serikat baik-baik saja. Umat Islam terus bertambah banyak di  Amerika Serikat, baik sebelum maupun sebelum peristiwa 11 September,”  kata Mohammad Kudaimi, angota Nawawi Fondation, sebuah lembaga  pendidikan yang berbasis di Chicago, Amerika Serikat. Ia bertutur kepada  Republika di sela-sela kunjungannya ke Pesantren Khusus Yatim  As-Syafi’iyah, Jatiwaringin Bekasi, Jawa Barat, awal bulan ini.
Pria keturunan Syria yang sudah menetap  di AS selama lebih dari 25 tahun itu kini menjadi warga negara AS. Lima  tahun belakangan ini, ia aktif di yayasan itu. Mengutip sebuah koran  yang terbit di AS, ia menyebut Islam merupakan agama yang paling cepat  perkembangannya di Amerika Serikat. bahkan, ia sedikit meralat  redaksional tulisan itu. ”Mestinya juga ditambahkan, setiap harinya di  AS, selalu ada warga negara Amerika yang memeluk Islam,” ujarnya.
Apa yang diungkapkannya, kata dia, adalah  fakta sesungguhnya yang terjadi di AS. Lembaganya turut membantu para  mualaf mengikrarkan syahadat dan membantu mereka memahami Islam dengan  lebih baik. Bagi Kudaimi, sulit untuk memahami fenomena kontradiktif  ini.

 
 
2 comments :
articles of interest ... appropriate for us as Muslims musings ....
yes indeed a Muslim should know about the history of Islam....
greetings By : Hasbull
Post a Comment